“So, Where Should
I Go?
Turn Left, Where There’s Nothing Right?
Or Turn Right, Where’s Nothing Left?”
Assalaamu’alaikum
Udah
khatam teori-teori kehidupan yang lebih baik, tapi kok lempeng-lempeng aja ya.
Malah, di setiap belajar teori baru bisa jadi bertentangan dengan teori lama
yang udah khatam minggu lalu. Kalo nurut sama filosofi stoisme, hidup di dunia
itu hanya tentang apa-apa yang ada dikendali kita, seperti: emosi, perilaku,
tanggung jawab dan aksi. Secara manusiawi, kita perlu paham terlebih dahulu apa
yang akan kita jalani. Untuk memenuhi hasrat manuasi tersebut, mangkanya kita
belajar teorinya terlebih dahulu entah dari buku, majalah, social media, dan
semacamnya. Dari mana kebiasaan ini muncul. Ini adalah habit paten yang telah
diajarkan oleh sistem pendidikan kita. Belajar, ulangan, ujian.
Baru-baru
ini mulai ada teori lagi bahwa metode belajar yang lebih efektif adalah
praktik, salah, belajar, recovery. Semakin kesini, aku lebih setuju dengan
teori ini. Sebanyak apapun buku yang menjadi amunisi untuk bisa emotion control
tetap aja, pada praktiknya itu sangat melelahkan dan sukar. Rasa-rasanya setiap
tulisan di buku hanya omong k*song yang bisa menghibur sesaat, tapi tidak
benar-benar memberi pencerahan. Pers*tan dengan semua tips-tips motivator yang
pernah ditemui. Semuanya tidak ada yang berlaku dengan kehidupanku saat ini.
Secara
perlahan, aku mulai menyadari. Motivator, teman curhat, atau siapapun mereka
yang gemar memberikan saran-sarannya adalah orang ketiga. Begitupun bijaknya
aku saat dimintai saran. Aku adalah orang ketiga. Orang ketiga adalah penonton,
dia yang selalu tidak merasakan sengsara yang selalu berhasil bersembunyi di
balik f*cking saran kos*ngnya.
Sumber Gambar: Google
So,
mengambil dari prinsip menjadi “orang ketiga”, sepertinya aku harus bisa menerapkan
di masalahku sendiri, gimana caranya? Who knows, lets try!
Wassalam,
Comments
Post a Comment