Assalaamu’alaikum
Sore itu, seperti biasa Siti mendapat
tugas untuk berbelanja takjil di pasar ramadhan. Kali ini tidak hanya es kelapa
muda aja yang harus Ia beli, tapi ada juga sayur urapan. sesampai di kedai Mak
Rokimah, Siti mengambil dua bungkus sayur urapan, memasukkannya ke kantong dan
membayarnya. Senyum Mak Rokimah manis, semanis pemanis buatan. Saat merogoh
uang, Siti menemukan selembar uang 5 ribu yang terselip di saku kanannya
“wah ada uang lebih nih” gumam Siti sambil
sedikit tersenyum.
Dengan uang yang baru Ia temukan, Siti
kepikiran untuk mampir ke kedai gorengan. Sudah lama juga Ia tidak beli
gorengan. Siti ikut mengantri menunggu gorengan panas ditiriskan. Ia langsung
mengambil keranjang kecil dan sumpit untuk memilih gorengan hangat. Setelah pas
jumlahnya 10 biji, Ia segera memanggil mbak penjaga untuk dihitung. Sebelum mbknya
melayani gorengan Siti. Tiba-tiba terdapat suara menyela dari salah satu pembeli
di samping Siti
“nduk,
aku menyok 5 ribu” (Nak, aku beli singkong 5 ribu)
Mbak penjaga langsung segera
mengambilkan apa yang dipesan dari pemilik suara tadi. Sontak, Siti pun menoleh
kepada pelanggan di sampingnya. Seorang kakek paruh baya. Dibilang tua tapi
badannya masih sehat. Kulitnya coklat legam karena tIap hari terkena sinar
matahari. Baju kaos yang Ia kenakan seperti baju gratisan kalo lagi kampanye
pemilihan kades, terlihat lusuh dan usang. Topi koboi lusuh yang khas, menjadi
pengenal bahwa kakek ini pasti kerjaanya seorang pengembala kambing, pencari rumput
untuk pakan hewan. Di desa Siti setIap
orang kadang dapat terlihat pekerjaannya apa, dari baju yang Ia kenakan. Sang kakekpun
setelah mendapatkan 10 biji singkong goreng, segera menaiki sepeda ontelnya
yang terparkir tidak jauh dari kedai. Tanpa Ia sadari, sepasang mata Siti terus
mengamatinya hingga punggung kakek dalam ayunan sepedanya menjauh dan hilang.
Siti pun membayar total gorengannya 5
ribu rupiah. Ia lalu berjalan menuju kedai es kelapa muda. Selama perjalanan Ia
bergumam
“10 biji singkong, kalo Ia sekarang
hidup sama istrinya aja. Masing-masing 2 singkong untuk buka puasa, 1 singkong
habis taraweh, dan 2 singkong untuk sahur. Pas. Biaya hidup dari kakek nenek
itu hanya 5 ribu untuk satu hari”
Dalam lamunanya Siti pun sampai ke
kedai es kelapa muda, dan memesannya. Masih dengan lamunan Siti, Ia
memperhatikan mbak-mbak penjual es yang hampir tiap hari Ia datangi, karena es
kelapa muda adalah favorit no wahid keluarganya. Siti tiba-tiba teringat
penyataan dari salah satu influencer
tanah air dan lagi-lagi bergumam.
“sebenarnya
biaya hidup itu Murah, yang Mahal adalah gaya hidup” (terang sang influencer
muda)
Gambar uang 5 Ribu Rupiah (Sumber:
Google)
“bener ya, kadang yang bikin
menghabiskan banyak nominal uang, bukan hanya untuk kebutuhan primer. Kayak mbak
ini, pakaiannya aja tiap hari ganti dan bagus-bagus. Belom lagi lipstick sama foundation yang Ia pakai. Belom lagi skincare rutin. Itu udah berapa dalam sebulan? Kalo kakek tadi,
mana butuh Ia lipstick dan skincare. Hmmmm jadi gitu”
Siti terus-terus an mengamati mbak
penjual es sambil membandingkan kehidupan dari sang kakek tanpa menyadari bahwa
Ia juga perempuan yang juga menggunakan lipstick
dan skincare (kebutuhan para
perempuan). Pesanan es Siti dah siap. Ia kembali menuju rumah. Sesampai di
rumah, Ia segera menceritakan tentang kakek-kakek yang Ia temui di pasar. Bermaksut
menceritakan bahwa sebenarnya hidup dengan pengeluaran minim itu bisa saja
terjadi. Apalagi di musim-musin corona ini, penghasilan makin turun entah
sampai kapan. Hanya saja, Ibu Siti lagi nggk nyambung untuk dI\iajak ngobrol
karena fokus sama jahitannya. Sudahlah, Siti segera menuju ruang keluarga
menyalakan channel TV favoritnya
sambil menunggu adzan maghrb. Dalam pikirannya
masih terbayang kakek yang tadi Ia temui.
Siti mulai mengingat percakapannya
dulu sama temen-temen terkait uang bulanan selama hidup menjadi anak perantauan.
Terkadang Siti heran, kenapa temen-temen Siti bisa sehemat itu? Ternyata jawabannya
adalah GAYA HIDUP.
Comments
Post a Comment